Perkembangan Psikologis

Terlepas dari nilai-nilai yang telah dijelaskan pada artikel sebelumnya, bola basket dapat membantu perkembangan psikologis pemain kanak-kanak yang sangat berguna tidak hanya dalam olahraga bola basket tetapi juga dalam kehidupan mereka pada umumnya.

Perkembangan Kognitif

Dalam olahraga bola basket terdapat berbagai situasi yang mengharuskan para pemain untuk mengembangkan kapasitas kognitif-nya. Pemain bola basket harus belajar memperhatikan dan berkonsentrasi terhadap stimulus. Tergantung situasi yang sedang terjadi, para pemain harus belajar mengubah, menambah, atau mengurangi perhatian mereka terhadap berbagai stimulus pada waktu yang tepat. Demikian juga, bola basket juga membantu para pemain untuk mengembangkan kemampuan mereka memilih dan memproses informasi dari luar. Dari semua stimulus yang telah diterima dari lingkungan sekitar, mereka harus memilih informasi yang paling relevan dan dihubungkan dengan apa yang telah mereka simpan dalam memori mereka. Dan mereka juga harus belajar membuat keputusan dengan cepat.

Proses-proses kognitif seperti memilih, menghubungkan, menyimpan memori, menggunakan memori, dan pengambilan keputusan dapat berkembang lebih baik jika pelatih memahami kapasitas para pemainnya.
Contoh: jika seorang pelatih mini-basketball menyuruh para pemainnya untuk melakukan latihan yang membutuhkan banyak perhatian (beberapa stimulus pada waktu yang sama), maka akan menyebabkan beban informasi yang harus diterima para pemain menjadi terlalu berlebihan. Hal ini akan menghambat proses kognitif, dan akan menurunkan tingkat efisiensi pengambilan keputusan.
Contoh: jika seorang pelatih tim basket perempuan kelompok umur 13 dan 14 tahun menginginkan para pemainnya mempelajari beberapa konsep baru pada waktu yang sama, maka konsep-konsep tersebut tidak akan terekam dalam memori secara sempurna. Oleh karena itu, pelatih tersebut tidak akan mencapai tujuan yang diinginkan, dan usaha yang dilakukan oleh para pemain tidak akan berguna.
Begitu juga jika pelatih tidak cukup memberikan stimulus, maka hal ini tidak akan membantu perkembangan kognitif yang sesuai bagi para pemain.
Contoh: latihan monoton yang kurang menarik, di mana aktivitasnya terlalu sederhana, tidak akan membantu proses perkembangan kognitif kanak-kanak atau remaja.
Kontrol

Manusia perlu merasa bahwa dirinya dapat memegang kontrol atau kendali terhadap berbagai hal yang menjadi perhatiannya. Maksud dari kontrol di sini adalah landasan rasa percaya diri yang merupakan salah satu aspek dari kekuatan psikologis. Kebalikannya, ketidakberdayaan (helplessness), orang yang tidak berdaya akan merasa mereka tidak dapat melakukan pekerjaannya, dan akibatnya, apapun yang mereka lakukan menjadi serba salah.

Kasus ketidakberdayaan dapat ditemukan di kebanyakan kanak-kanak dan remaja. Merasa tidak berdaya ketika terlibat dalam suatu aktivitas akan menyebabkan kehilangan semangat terhadap kegiatan yang dilakukannya dan bahkan bisa merusak harga dirinya. Oleh karena itu, ketika bekerja dengan kanak-kanak atau remaja, apapun bidangnya, sangat penting untuk menghindarkan mereka dari kondisi tersebut. Kanak-kanak dan remaja perlu mengalami situasi yang dapat menjadikan mereka lebih kuat secara psikologis. Bola basket memberikan banyak kesempatan untuk melakukannya, akan tetapi jika disalahgunakan justru malah menimbulkan situasi ketidakberdayaan.

Jika pelatih menyuruh para pemainnya melakukan latihan yang tingkat kesulitannya sesuai dan para pemainnya mengerti tentang apa yang harus dilakukan, maka akan menciptakan perasaan bahwa para pemain sedang memegang kontrol terhadap apa yang mereka lakukan. Sebaliknya jika tingkat kesulitannya terlalu berlebihan maka akan mengakibatkan ketidakberdayaan dalam diri mereka.

Banyak pemain yang merasa tidak berdaya karena mereka tidak dapat melakukan apa yang diharapkan seorang pelatih dari mereka, atau karena mereka tidak mampu memahami dan tidak mengerti bagaimana menjalankan instruksi yang diberikan dari pelatih.
Contoh: dalam suatu pertandingan kelompok umur 13 tahun, seorang pemain melakukan shot tapi tidak berhasil masuk ke ring basket; pelatihnya meneriakinya dari luar lapangan, “Jangan terburu-buru melakukan shot, pass ke teman-teman yang lain terlebih dahulu!”. Di kesempatan kedua, pemain tersebut mempunyai kesempatan terbukan untuk mencetak angka, tetapi bukannya melakukan shot, pemain tersebut justru melakukan pass ke temannya yang lain, dan pada saat itu pelatihnya berteriak, “Shot!!”. Kesempatan ketiga, hal serupa terjadi, tetapi kali ini pemain tersebut melakukan shot tetapi sayangnya gagal lagi. Pelatih memarahinya sekali lagi, “Bagaimana bisa tidak masuk? Kalau ragu melakukan shot lebih baik tidak usah melakukan shot!”. Akibatnya, pemain tersebut menjadi tidak berdaya karena dia tidak mengetahui reaksi apa yang harus dia lakukan, dia mungkin merasa tidak mungkin bertindak benar dan menyenangkan pelatihnya. Sejak kejadian itu, dia menjadi bermain lebih pasif dan hanya melakukan tindakan yang beresiko kecil di mana kesalahan-kesalahan yang terjadi tidak jelas terlihat.
Untuk menghindarkan para pemainnya dari ketidakberdayaan, pelatih dapat melakukan beberapa hal di bawah ini:
  • Pelatih harus melatih para pemainnya untuk meningkatkan kemampuan mereka bermain bola basket, sehingga mereka memiliki sumber daya yang diperlukan untuk memegang kendali permainan.
  • Pelatih harus menentukan tujuan yang dapat dicapai sesuai dengan tingkat kemampuan para pemainnya.
  • Pelatih harus memilih latihan yang dapat dilakukan oleh para pemainnya.
  • Pelatih harus menjelaskan kepada para pemainnya tentang apa yang harus mereka lakukan.
  • Pelatih harus memilih kompetisi atau lawan yang sepadan bagi timnya.
  • Pelatih harus lebih berfokus pada aksi para pemain daripada hasil yang dicapai. Ketika suatu hasil tertentu perlu diperhatikan, maka seharusnya dihubungkan dengan aksi tertentu. Dengan melakukan ini, pelatih akan membuat para pemainnya memahami hubungan antara aksi yang mereka lakukan dan hasil yang dicapai.
Berikut ini adalah contoh pembicaraan seorang pelatih dengan para pemainnya:

“Kita berhasil memenangkan pertandingan ini (hasil), saya sangat bangga terhadap permainan defense kita (aksi yang dibutuhkan dan harus dijelaskan) dan angka yang dicetak dari permainan 1 on 1. Kemampuan 1 on 1 kalian telah meningkat pesat selama latihan. Kalian semua telah bekerja keras selama latihan, dan kerja keras itu membuat kalian bisa mencetak banyak poin ketika bermain 1 on 1 (pelatih mencoba menyemangati para pemain untuk lebih meningkatkan kemampuannya).”

Pelatih harus memberikan apresiasi terhadap setiap keputusan yang diambil oleh para pemainnya berdasarkan situasi yang sedang terjadi pada saat keputusan tersebut diambil, dan bukan berdasarkan hasilnya.
Contoh: seorang pemain berdiri bebas dekat dengan ring basket, dan dia telah diinstruksikan oleh pelatihnya untuk melakukan shot jika mempunyai kesempatan terbuka untuk mencetak angka. Jika pemain tersebut memutuskan untuk melakukan shot, pelatih seharusnya mengevaluasi keputusan tersebut dengan cara yang positif tanpa melihat hasilnya, meskipun jika pemain tersebut gagal memasukkan bola pada saat itu. Dengan demikian, pemain tersebut merasa mepunyai kendali dan akan mengetahui apa yang harus dilakukan pada kesempatan berikutnya.
Mengalami situasi di mana pemain merasa memegang kendali terhadap apa yang mereka lakukan akan meningkatkan performa pemain dan sangat bermanfaat. Jika bola basket dapat terus memberikan pengalaman tersebut, maka kemungkinan bahwa kanak-kanak akan terus memainkan olahraga ini menjadi lebih besar.

Rasa Percaya Diri

Rasa percaya diri berhubungan erat dengan persepsi tentang kontrol yang telah dibahas sebelumnya. Rasa percaya diri merupakan kepercayaan yang dimiliki para pemain bahwa mereka mereka memiliki sumber daya yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Menjadi percaya diri merupakan sebuah proses yang terjadi di dalam diri pemain yang mengimplikasikan perasaan pemain tentang tingkat kesulitan tujuan yang ingin dicapai, dan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, seorang pemain yang mempunyai rasa percaya diri dapat mengetahui seberapa besar kesempatan mereka, dan mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan untuk memanfaatkan kesempatan tersebut. Dia juga mengetahui hambatan-hambatan yang akan menghalanginya untuk mencapai tujuan yang diinginkan, selanjutnya dia dapat menentukan tindakan yang seharusnya dilakukan untuk menetralisir hambatan-hambatan tersebut.

Mengembangkan rasa percaya diri pada pemain kanak-kanak dan remaja sangat penting untuk pendidikan mereka di masa yang akan datang. Sebagai pemain bola basket, rasa percaya diri merupakan kunci utama untuk kemajuan mereka. Rasa percaya diri akan membuat mereka mampu menghadapi situasi yang sangat sulit selama pertandingan, dan menjaga mereka tetap bermain dengan harapan dan penuh ambisi untuk mencapai tujuan. Sebagai manusia sosial, rasa percaya diri akan membantu mereka menghadapi kehidupan dengan berbagai tuntutannya, dan meningkatkan self-concept dan self-esteem mereka.

Rasa percaya diri masing-masing orang tidak sama di setiap aspek kehidupan. Misalnya, seseorang lebih merasa percaya diri ketika bermain bola basket daripada mengerjakan soal matematika. Akan tetapi, dengan menguatkan rasa percaya diri seseorang pada salah satu aspek kehidupan akan membuat rasa percaya diri tersebut menyebar ke aspek kehidupan yang lain, karena mereka akan mampu:
  • Menganalisa situasi yang akan dihadapi dan sumber daya yang mereka miliki
  • Menentukan target yang realistis, serta mampu menyusun perencanaan yang realistis untuk mencapai target tersebut.
  • Memperhatikan dan mengendalikan tingkah lakunya.
  • Melakukan evaluasi terhadap hal-hal yang mereka alami.
Manajemen latihan olahraga yang baik dapat meningkatkan rasa percaya diri, sehingga para pemain percaya pada sumber daya yang mereka miliki ketika menghadapi tuntutan latihan atau pertandingan. Jadi, melalui latihan bola basket, pemain kanak-kanak dapat memperkuat sumber daya psikologisnya yang sangat penting bagi perkembangan mereka.

Untuk meningkatkan rasa percaya diri pemain kanak-kanak maupun remaja sangat dibutuhkan tindakan-tindakan seperti berikut:
  • Mengorganisir aktivitas yang bersifat kompetitif dalam setiap latihan maupun pertandingan.
  • Menentukan tujuan yang realistis, berdasarkan kemampuan para pemain, bukan berdasarkan hasil pertandingan.
  • Menyusun rencana secara terperinci untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
  • Menggunakan kriteria-kriteria dengan benar (kriteria yang dimengerti oleh pemain) ketika menentukan apakah suatu telah berhasil dicapai atau tidak.
  • Menganalisa performa masing-masing pemain secara obyektif dan membangun, berdasarkan kriteria yang sebelumnya telah disepakati.
  • Jangan menilai performa pemain dari hasil pertandingan, karena hasil pertandingan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor luar.
  • Jangan mengambil kesimpulan secara umum (misalnya, kesimpulan bahwa para pemain bermain sangat jelek karena kalah pada detik-detik akhir pertandingan).
  • Jangan menilai performa pemain ketika emosi mereka sedang tinggi (misalnya, ketika dalam pertandingan yang sangat ketat di mana terjadi saling mengejar angka).
Self-Concept dan Self-Esteem

Self-concept atau konsep diri adalah pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri, sedangkan self-esteem adalah tingkatan seseorang menghargai pandangan terhadap dirinya tersebut. Pada kanak-kanak dan remaja, self-concept dan self-esteem bersifat tidak stabil dan mudah berubah-ubah. Kadang, self-concept dan self-esteem berubah berdasarkan pengalaman mereka yang berhasil atau gagal dalam aspek kehidupan yang sangat penting menurut mereka, misalnya bola basket. Oleh karena itu, pengalaman bermain bola basket dapat mempengaruhi self-concept dan self-esteem pemain kanak-kanak dan remaja.
Contoh: seorang pemain basket berusia 15 tahun baru saja bergabung ke dalam suatu klub besar. Saat itu, dia hanya peduli tentang bagaimana cara dia bisa sukses menjadi pemain di sana. Jika tidak, maka dia akan merasa gagal. Pemain tersebut memaksakan dirinya sendiri sehingga dia merasakan banyak tekanan. Setiap ada komentar negatif dari pelatihnya dan setiap kesalahan yang dia lakukan, baik saai berlatih atau bertanding, sangat berpengaruh baginya. Secara umum, dia sangat tersiksa dan tidak bisa merasa enjoy. Setiap pertandingan merupakan tuntutan baginya untuk membuktikan kemampuannya. Akhirnya pemain tersebut tidak bisa mengeluarkan semua kemampuannya. Dia merasa sangat depresi dan mempertimbangan untuk segera keluar dari klub.
Kasus di atas mengilustrasikan pengalaman banyak remaja yang bermain bola basket. Mereka mengenali self-concept dan self-esteem melalui keberhasilan atau kegagalan mereka sebagai pemain, dan hal tersebut bisa sangat berbahaya di mana pemain sangat bergantung terhadap kesuksesan mereka sebagi atlit. Situasi tersebut harus dihindari dengan meningkatkan rasa percaya diri dan memberikan pengertian supaya mereka tidak mengasosiakan keberhasilan atau kegagalan yang dicapai sebagai atlit dengan kehidupan sebagai manusia.

Relasi antara pelatih dan pemain kanak-kanak atau remaja mempunyai pengaruh yang sangat menentukan bagi self-concept dan self-esteem para pemain. Sehingga tingkah laku pelatih menjadi faktor yang sangat krusial. Pelatih dapat mempunyai pengaruh positif dengan menghindari tingkah laku atau ucapan:
  • Merendahkan mereka.
  • Mengejek mereka di depan rekan satu tim.
  • Memarahi tanpa penjelasan atau tanpa memberikan kesempatan pada pemain untuk melakukan perbaikan di masa yang akan datang.
  • Membandingkan kemampuan para pemain sebagai atlit dan sebagai manusia dalam kehidupan sosial.
Sebaliknya, pelatih seharusnya menerapkan beberapa hal sebagai berikut:
  • Menentukan dengan jelas semua tujuan yang harus dicapai oleh para pemain.
  • Membantu para pemain dalam mencapai tujuan tersebut.
  • Melakukan koreksi secara konstruktif, dengan menunjukkan kesalahan yang dilakukan pemain dan memberikan mereka kesempatan untuk melakukan koreksi.
Kendali Diri

Bagi pemain bola basket, mengembangkan kemampuan mengendalikan diri merupakan hal yang sangat penting. Bola basket memberikan banyak situasi di mana para pemain harus belajar mengendalikan dirinya.
Contoh: seorang pemain berusia 11 tahun, dia merupakan bagian penting dari tim dan selalu bermain dengan serius. Karena itu, dia menginginkan teman-temannya juga bermain dengan serius seperti dirinya. Pada suatu saat, ketika temannya melakukan kesalahan, dia menjadi sangat emosi dan memarahi temannya secara aggresif. Pelatihnya memberikan penjelasan padanya bahwa seharusnya dia tidak bertingkah laku seperti itu, kemudian pemain tersebut berusaha untuk lebih mengendalikan dirinya. Sekarang, setiap kali temannya melakukan kesalahan, dia tidak marah, tetapi justru menghibur temannya atau mengacuhkan begitu saja. Dia lebih berkonsentrasi pada apa yang harus dia lakukan.
Contoh: suatu saat seorang pemain mini-basketball melakukan protes kepada wasit karena dia dianggap telah melakukan pelanggaran, yang menurutnya bukan pelanggaran. Kemudian pelatihnya tidak memperbolehkan dia main di pertandingan berikutnya, dan menjelaskan kepada pemain tersebut bahwa hukuman yang diberikan kepadanya adalah karena dia kurang mampu mengendalikan diri. Sejak saat itu pemain tersebut menjadi lebih bisa mengendalikan dirinya.
Kasus di atas merupakan contoh kesempatan yang diberikan oleh bola basket atau mini-basketball kepada pemain kanak-kanak atau remaja untuk melatih kemampuan mereka mengendalikan diri. Dalam hal ini, pelatih memainkan perannya dengan sangat bagus. Pelatih yang bekerja dengan pemain kanak-kanak atau remaja harus selalu memanfaatkan kesempatan-kesempatan seperti itu untuk meningkatkan kemampuan para pemain dalam mengendalikan diri.


=================Bola Basket Tulungagung===================
I just love the game of basketball so much, just play, have fun, and enjoy the game

0 Komentar:

Posting Komentar